Merampas Yang Diperbolehkan dan Tidak Diperbolehkan
Bersama Pemateri :
Ustadz Erwandi Tarmizi
Merampas Yang Diperbolehkan dan Tidak Diperbolehkan merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, M.A. dalam pembahasan Kitab Zadul Mustaqni. Kajian ini disampaikan pada Kamis, 25 Dzulqa’dah 1441 H / 16 Juli 2020 M.
Kajian Islam Ilmiah Tentang Merampas Yang Diperbolehkan dan Tidak Diperbolehkan
Kita sampai kepada perkataan mualif tentang contoh-contoh dari definisi ghashab (الْغَصْب). Sebelumnya mualif telah menjelaskan bahwa ghashab adalah:
الاستيلاء على حق غيره قهرا بغير حق
“Yaitu menguasai hak orang lain dengan cara paksa dan tidak untuk dalam suatu hak orang lain lagi (pihak ketiga umpamanya).”
Mualif berkata:
وإن استولى على حر لم يضمنه
Apabila dia merampas orang merdeka, artinya orang ini ditahannya. Umpamanya ketika seseorang datang kerumah dia, ditahannya dan dia tidak bisa berbuat apa-apa di rumah tersebut. Lalu qadarullah orang tadi jatuh sakit. Apakah yang merampas ini wajib membayarkan biaya berobat orang yang dirampas? Menurut mualif -dan ini madzhab Hambali- bahwa dia tidak menanggung risiko dari sebab itu. Tetapi bila sakitnya karena dia kuasai tadi, tentunya seseorang tidak nyaman, tidak bisa bebas melakukan keinginannya, maka hukum asalnya adalah dia menjaminnya.
Mualif mengatakan:
وإن استعمله كرها أو حبسه فعليه أجرته
Dan jika seseorang yang menguasai tadi mempekerjakan orang yang merdeka dengan cara paksa atau dia penjarakan orang tersebut, maka orang yang menghalangi tadi wajib membayar upah dari orang ini, artinya manfaatnya harus dibayarkan. Maka bila dia paksa seseorang -karena satu dan lain hal dia bisa menguasai orang itu- dan orang itu bekerja mungkin di pabriknya atau di perusahaannya, maka selama dia tertahan di sana, dia wajib membayar standar upah atau gaji.
Termasuk dalam hal ini adalah jika dia menghalangi untuk bekerja. Misalnya seseorang menutup toko orang lain, maka pihak yang menutup ini wajib membayar upah dari orang ini. Begitu juga menjelek-jelekkan nama seseorang atau prestasi atau memasukkan nama seseorang kedalam daftar hitam sehingga dia bekerja ke perusahaan manapun tidak diterima, maka orang yang menghalangi dia untuk bekerja tanpa hak (wajib membayar upah dari orang ini).
Berbeda hal jika ada hak, misalnya orang ini pernah bermasalah di perusahaan X, dia pernah bekerja di perusahaan X kemudian bermasalah dan lari begitu saja tidak menyelesaikan masalahnya, maka perusahaan ini kemudian membuat daftar hitam tentang karyawan ini dan diberitahukan kepada perusahaan-perusahaan yang sejenis dengannya atau kolega-koleganya, kalau ini bukan bagian dari ghashab, maka dia tidak wajib menanggung resiko. Tapi bila tidak ada hak, misalnya karena iri dan hal lain sehingga orang tadi dimasukkan kedalam daftar hitam dan dia tidak bisa bekerja atau bertransaksi dengan pihak yang lain, maka orang yang menghalangi ini wajib membayar upahnya. Dalam hal ini yang memutuskan dan memaksa untuk membayar upah adalah qadhi (penguasa).
Berkata mualif:
ويلزم رد المغصوب بزيادته
Dan yang merampas menjadi harus mengembalikan barang yang dirampasnya dengan seluruh pertambahannya. Bila seseorang merampas anak kambing orang lain karena umpamanya kambing in masuk ke kebun dia kemudian dia makan tanaman-tanaman orang ini dan kemudian kambing diikatnya sehingga kambing tadi beranak selama diikat atau bertambah kilo dagingnya. Kemudian tetangga yang kehilangan kambing ini melapor ke pihak yang berwenang dan tahu bahwa kambingnya ditahan oleh tetangga tadi. Maka pihak yang berwenang memaksa yang merampas ini untuk mengembalikannya kambing beserta anak-anaknya. Pihak yang merampas tidak bisa mengatakan seperti ini: “Dulu kambing kamu yang masuk ke kebun saya dua ekor dan sekarang sudah menjadi empat ekor, maka saya kembalikan hanya dua saja, anaknya buat saya.” Ini tidak benar. Karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
وَلَيْسَ لِعِرْقٍ ظَالِمٍ حَقٌّ
“Jerih payah dari yang dzalim itu tidak ada haknya.”
Lihat juga: Tidak Ada Hak Sama Sekali Bagi Keringat Yang Dzalim
Sama juga dengan orang yang merampas mungkin di sebagian terminal bus di beberapa daerah. Diambil barang orang dari bagasi tanpa izin, diangkat dan dibawakan ke suatu tempat (mungkin ke angkot atau yang lainnya), lalu setelah itu dia meminta uang semaunya. Pada kasus ini tidak ada yang memerintahkan untuk mengangkat. Kalau dalam pandangan syar’i anda tidak wajib membayar. Karena dia merampas dan menguasai tanpa izin anda dan dengan cara paksa.
Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download mp3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Download mp3 kajian yang lain di mp3.radiorodja.com
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48735-merampas-yang-diperbolehkan-dan-tidak-diperbolehkan/